TEORI SEJARAH
TUJUAN :
2
Menjelaskan tentang teori-teori yang dikembangan para ahli sejarah
tentang Perkembangan sejarah.
Pandangan
sejarah berpangkal pada perhatian terhadap gerak sejarah masalah yang khusus
mengenai manusia. Manusia didalam sejarah berfungsi ganda. Sebagai subyek
sejarah dan sebagai obyek sejarah. Manusia sebagai peran sejarah, penulis
sejarah dan manusia juga selaku peminat sejarah. Maka, menafsirkan sejarah,
tidak lain daripada memikirkan ”diri’ manusia sendiri. Bagaimanakah manusia
memandang diri pribadinya? Ada dua pendapat yang pokok, yaitu:
1
Manusia bebas menentukan nasib sendiri (otonom), determinisme (bahasa
inggris : To determine = menentukan)
2
Manusia tidak bebas menentukan
nasibnya : nasib manusia ditentukan oleh kekuatan diluar pribadinya, tidak
otonom. Kekuatan diluar diri manusia pada umumnya dihubungkan dengan
kepercayaan pada keadaan yang menentukan nasib manusia, yakni : Tuhan, Alam
sekitar, dan kekuatan x (tidak dikenal)
1. Pandangan Sejarah Menurut Hukum Fatum
Hukum fatum dalam diri manusia bersumber dari alam pikiran yunani.
Manusia pada dasarnya sama dengan jagad raya, alam. Manusia disebut
mikro-cosmos (alam kecil), jagad raya disebut makro-cosmos (alam raya). Baik
alam raya maupun alam kecil tunduk pada suatu hukum yang dinamakan hukum alam
yang telah ditetapkan yakni nasib/fatum. Perjalanan hidup matahari, bintang,
manusia dan sebagainya, tidak menyimpang dari jalan/lingkaran yang ditentukan
oleh nasib/fatum. Pandangan sejarah
menurut hukum fatum di indonesia disebut cakra-manggiling (roda berputar).
Manusia menurut cakra-manggiling tidak dapat melepaskan diri dari cakram (roda)
yang berputar terus menerus itu. Nasib manusia telah ditentukan , bergerak naik
turun sesuai gerak irama cakram makro-cosmos dan mikro-cosmos. Tidak perlu lagi
memikirkan kejadian apa yang menimpanya karena telah dikodratkan. Masa yang
sekarang perlu dinikmati sepuas-puasnya, bergembira dengan ketentuan nasib.
2. Pandangan Sejarah Zaman Pertengahan
(Menurut Santo Agustinus)
Santo Agustinus, menulis pandangannya tentang sejarah dalam karyanya yang
tekenal Civitas Dei (kerajaan tuhan). Dalam bukunya mengatakan bahwa
sejarah adalah epos perjuangan antara dua unsur yang saling bertentangan, yakni
yang baik dan yang jahat atau civitas dei dengan civitas diaboli (diaboli =
setan, iblis). Mula-mula manusia mengikuti civitas diaboli, tetapi kemudia akan
mengikuti dan tegak dalam civitas dei.
Paham fatum
yunani(siclis) mempengaruhi pandangan sejarah Agustinus. Terutama tentang fatum
atau nasib, kadar terdapat dalam pandangannya, tetapi fatum bukanlah menjadi
kekuatan tunggal yang berasal dari hukum alam, melainkan kehendak Tuhan.
3. Teori Progresif-Linear Menurut Ibnu
Khaldun (1332-1406 M)
Kalau pandangan sejarah menurut santo Agustinus berdasarkan kehendak
Tuhhan, maka menurut Ibnu khaldum bahwa sejarah adalah berdasarkan pada
kenyataan. Dan tujuan sejarah adalah agar manusia sadar akan perubahan
masyarakat. Menurut Ibnu Khaldun, bahwa seluruh peristiwa dalam panggung
sejarah kemanusiaan itu adalah suatu garis menaik dan meningkat ke arah
kemajuan dan kesempurnaan. Pencetus teori progresif-linear ini memandang, bahwa
sejarah berlangsung dalam suatu garis linear yang menuju ke progres dan
profeksi, dengan indikatornya adalah peristiwa/fakta-fakta sejarah sebagai
hasil perbuatan manusia yang mengandung nilai-nilai kesejarahan. Sedangkan
teorinya tentang Ashabyah atau perasaan cinta golongan atau perasaan
bermasyarakat, menurutnya bahwa solidaritas sosial muncul karena mengutamakan
sebagai akhlak/moral dan menempatkan orang pada peranan yang tepat serta
pengaruh faktor geneologis atau keturunan.
4. Teori Sejarah Menurut Oswald Spengler
(1880-1936)
O Spengler tersohor karena dengan kitabnya yang berjudul : Der Untergang
des Abendlandes (Decline of the West = keruntuhan dunia barat-eropa). Spengler
bertindak laksana seorang ahli nujum : meramalkan keruntuhan eropa. Ramalan itu
atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam yang disebut
nasib, fatum, atau dalam bahasa jerman schicksal. Dalil Spengler bahwa
kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalah-galahnya sama dengan kehidupan
tumbuh-tumbuhan, kehidupan hewan dan perikehidupan manusia. Persalaan itu pula
dengan alam semesta : makro-cosmos dan mikro-cosmos, sama dengan susunan dan
sama kehidupannya. Adapun persamaan itu berdasarkan kehidupan organis yang
dikuasasi hukum-syclus sebagai wujud dari pada fatum. Hukum itu tampak pada
cyclus:
ALAM
|
MANUSIA
|
TUMBUH-TUMBUHAN
|
HARI
|
KEBUDAYAAN
|
Musim semi
|
Masa muda
|
Masa pertumbuhan
|
pagi
|
pertumbuhan
|
Musim panas
|
Masa dewasa
|
Masa berkembang
|
siang
|
perkembangan
|
Musim rontok
|
Masa pada puncaknya
|
Masa berbuah
|
sore
|
kejayaan
|
Musim dingin
|
Masa tua
|
Masa rontok
|
malam
|
keruntuhan
|
Tiap-tiap masa
pasti datang pada waktunya, sesudah musim dingin pasti musim semi datang pula.
Itulah keharusan alam, itulah yang pasti-mesti-tentu terjadi. Manusia tidak
dapat berbuat apa-apa kecuali menerimah amor fati.
Seperti dalam
historis-materialisme sesudah masyarakat kapitalispasti-mesti-tentu datang
masyarakat tak berkelas, demikian pula suatu kebudayaan pasti-mesti-tentu
runtuh apabilah sudah melewati puncak kebesarannya. Maka oleh sebab itu
keruntuhan suatu kebudayaan dapat diramalkan terlebih dahulu berdasarkan
perhitungan.
Apakah
kebudayaan itu? Kebudayaan adalah wujud dari seluruh kehidupan manusia:bahasa,
adat, industri, filsafatdan sebagainya. Ditiap-tiap wilayah kehidupan manusia
timbul suatu kebudayaan barat (eropa-amerika), india, tiongkok, mesir,
babilonia dsb. Kebudayaan-kebudayaan semuanya mengalami masa
lahir-muda-dewasa-tua-mati, tepat seperti tumbuh-tumbuhan biasa.
Spengler mengadakan perbedaan antara kultur dengan civilization. Kultur
adalah kebudayaan yang masih hidup, dapat tumbuh dan berkembang, seperti sebuah
dahan yang masih bisa berbunga. Sedangkan civilization adalah kebudayaan yang
sudah tidak dapat tumbuh lagi, sudah mati. Contoh musik keroncong adalah suatu
yang masih hidup dan masih tumbuh terus. Seni pahat candi adalah suatu seni
yang sudah mati. Sembah sebagai kultur
adalah perjalanan menerimah berkah dari seorang yang dipandang sakti.
Sembah sebagai civilization adalah adat kebiasaan yang dilaksanakan tanpa
merasakan apa-apa secara mekanis (dengan sendirinya)
Suatu kebudayaan
sudah mendekati keruntuhan apabilah kultur sudah menjadi civilization. Apabila
kultur sudah kehilangan jiwanya maka daya pencipta dan gerak sejarah membeku.
Apa tujuan gerak sejarah?gerak sejarah tidak bertujuan sesuatu kecuali
melahirkan-membesarkan-mengembangkan-meruntuhkan kebudayaan kebudayaan.
Bandingkan tujuan kehidupan padi? Bertumbuh – berbuah – mati, itulah tujuan
siklus kehidupannya.
Spengler
menyelidiki kebudayaan barat dengan sejarah kebudayaan-kebudayaan yang sudah
tenggelam kalau ia berkesimpulan bahwa:
1 Kebudayaan barat sudah sampai pada masa
tua. Yaitu masa civilization.
2 Sesudah masa civilization itu
kebudayaan barat pasti-mesti-tentu runtuh
3 Manusia barat harus dengan bersikap
berani menghadapi keruntuhan itu.
Mempelajari
sejarah tujuannya adalah mengetahui tingkat kebudayaan (diagnose) seperti
seorang dokter menentukan sifat seorang penderita. Sesudah diagnose ditentukan,
nasib kebudayaan itu dapat diramalkan sehingga untuk seterusnya pemilik
kebudayaan itu dapat menentukan sikap-sikap mereka.
5. Teori Sejarah Dan Pandangan Filsafat
Sejarah Menurut Arnold J. Toynbee (1889-....)
Seorang sarjana inggris yang menggemparkan dunia sejarah adalah Arnold J.
Toynbee dengan karangannya ” A Study of History”. Teori Toynbee didasarkan pada
penyelidikan 21 kebudayaan sempurnah seperti junani-roma, maya (amerika
tengah), hindu, barat (eropa), eropa timur dsb, dan 9 kebudayaan tidak
sempurnah seperti eskimo, sparta, polynesia, turki dsb. Kesimpulannya adalah
bahwa dalam gerak sejarah tidak terdapat hukum tertentu yang menguasai dan
mengetur timbul tenggelamnya kebudayaan-kebudayaan dengan pasti.
Yang disebut
kebudayaan (civilization) oleh Toynbee ialah wujud daripada kehidupan suatu golongan
seluruhnya yaitu seperti yang disebutkan oleh O Spengler sebagai kultur dan
civilization.
Menurut Toynbee
gerak sejarah melalui tingkatan-tingkatan seperti berikut:
Genesis of civilization – lahirnya
kebudayaan.
Suatu kebudayaan
terjadi, dilahirkan karena tantangan dan jawaban (challenge and response)
antara manusia dengan alam sekitarnya. Dalam alam yang baik manusia berusaha
mendirikan sebuah kebudayaan seperti eropa, india tiongkok. Didaerah yang
terlalu dingin seolah-olah kegiatan manusia membeku (eskimo), daerah yang
terlalu panas tak dapat timbul suatu kebudayaan (sahara, kalhari, gobi). Maka
apabilah tantangan alam itu baik maka timbulah suatu kebudayaan.
Growth of civilization – perkembangan
kebudayaan
Pertumbuhan dan
perkembangan suatu kejadian digerakan oleh sebagian kecil dari pihak-pihak
kebudayaan itu. Jumlah kecil (minority) itu menciptakan kebudayaan, dan masa
(mayority0 meniru, tanpa minority yang kuat dan dapat mencipta, suatu
kebudayaan tidak dapat berkembang.
Decline of civilization – keruntuhan
kebudayaan
Apabilah
minority menjadi lemah dan kehilangan daya penciptanya, maka
tantangan-tantangan dari alam tidak dapat dijawab lagi. Minority menyerah,
mundur dan pertumbuhan tidak terdapat lagi. Apabilah keadaan sudah memuncak
seperti ini, maka keruntuhan (decline) mulai tampak.
Keruntuhan
kebudayaan berlangsung dalam tiga fase/gelombang yaitu :
1 Breakdown of civilization – kemerosotan
kebudayaan.
Oleh sebab
minoritas kehilangan daya menciptanya serta kehilangan wibawanya maka mayoritas
tidak lagi mengikuti minoritas. Peraturan dalam kebudayaan (antara minoritas
dan mayoritas) pecah dan tentulah tunas-tunas hidupnya kebudayaan akan lenyap.
2 Desintegration of civilization –
kehancuran kebudayaan.
Kehancuran
kebudayaan mulai tampak setelah tunas-tunas kehidupan itu mati dan pertumbuhan
terhenti. Setelah pertumbuhan terhenti maka seolah-olah daya hidup itu membeku
dan terdapatlah suatu kebudayaan yang tidak berjiwa lagi. Toynbee menyebutkan
masa ini sebagai petrification, pembuatan atau kebudayaan yang sudah menjadi
batu, mati, dan menjadi fosil.
3 Dissolution of civilization – hilang
dan lenyapnya kebudayaan.
Lenyapnya
kebudayaan apabilah tubuh kebudayaan yang sudah membatu itu hancur lebur, lenyap.
Tiga masa ini
tidak berlangsung berturut turut dengan cepat dan terbentang masa yang begitu
lama kurang lebih 2000 tahun lamanya.
Pada masa
breakdown sebelum masa disintegration timbul, sering terdapat suatu usaha untuk
menghentikan kehancuran. Usaha-usaha itu dipimpin oleh jiwa-jiwa besar yang
bertindak seolah-olah sebagai al-masih, akan tetapi perjuangan itu tidak
berhasil.
Suatu usaha
untuk menghentikan keruntuhan suatu kebudayaan yang mungkin berhasil ialah
penggantian dari segalah norma-norma kebudayaan dengan norma-norma ketuhanan.
Dengan demikian jelaslah bahwa garis besar daripada teori gerak sejarah pun
sama jua : Civitas Die. Maka apabila Toynbee dapat disebut sebagai muara teori
Agustinus, teori Spengler adalah bentuk-bentuk hukum-fatum-cyclus atau sejenis
cakra-manggiling dalam ujud bentuk modern, maka teori-Marx merupakan muara
hukum-fatum, dengan penambahan unsur-unsur evolusi.
6. Teori Sejarah Menurut Pitirim Sorokin
(1889-...)
Pitirim Sorokin
adalah seorang sarjana rusia yang mengungsi ke amerika serikat sejak revolusi
komunis (1917). Ia adalah ahli sosiologi yang tersohor dengan karangannya:
Social and Cultural Dynamics, The Crisis Of Our Agen dan Society, Cultural and
personality.
Sorokin
membentangkan sebuah teori yang berlainan sekali: ia tidak mengakui adanya
cyclus seperti hukum fatum ala Spengler, ia tidak menerimah pula teori evolusi
seperti Karl Marx. Teori Agustinuss dan Toynbee yang menuju ke arah kerajaan
Allahbaginya tak dapat disetujuinya. Sorokin berpendapat bahwa gerak sejarah
terutama menunjukan Fluctuation from age to age yaitu naik turun, pasang surut,
timbul tenggelam dengan berganti ganti. Apakah yang menggerakan fluctuation
itu?
Ia menyatakan
tentang adanya cultural universe atau alam kebudayaan dan didalam alam
kebudayaan itu terdapat masyarakat-masyarakat dan aliran-aliran kebudayaan.
Dalam alam yang seluas itu, terdapatlah tiga corak (types) tertentu yaitu:
1.
Ideational yaitu mengenai kerohaniaan,
ketuhanan, keagamaan, kepercayaan.
2.
Sensate yaituyang serba jasmaniah,
mengenai keduniawian, berpusatkan pada pancaindra.
3.
Perpaduan antara ideational dan
sensate ialah idealistik yaitu suatu kompromis.
Tiga corak
diatas itu adalah suatu cara untuk menghargai atau untuk menentukan nilai suatu
kebudayaan. Dan terdapat gerak fluctuations atau ganti bergantinya
ideationasensate-idealistic. Memamng dalam tafsiran Sorokin tidak terdapat.
Hari terakhir seperti ciptaan Augustinus, tidak ada pula kehancuran seperti
tafsiran Spengler. Ia hanya melukiskan perubahan-perubahan dalam tubuh
kebudayaan yang menentukan sifatnya untuk sementara waktu.
Apabilah sifat
ideational lebih tinggi nilainya daripada sifat sensate dan sifat idealistik
ditempatkan diantaranya, maka terdapat gambaran naik turun, timbul tenggelam,
dan pasang surut dalam gerak sejarah tidak menunjukan irama dan gaya yang
tetap dan tertentu. Sorokin dalam
menafsirkan gerak sejarah tidak mencari pangkal-gerak-sejarah atau
muara-gerak-sejarah, ia hanya melukiskan prosesnya atau jalannyakarena itulah
yang menunukan sifat-sifatnya.
7. Teori Sejarah Menurut William H.
Frederick.
Dia mengemukakan
tiga teori utama sejarah, yaitu:
1
Teori perputaran yang mengatakan
bahwa pola kejadian dan ide mengenai manusia terbatas sama sekali dan diulangi
lagi pada selang-selang waktu tertentu.
2
Teori takdir yang menganggap bahwa
semua sebab-penyebab berasal dari ikut campurnya takdir atau Allah.
3
Teori kemajuan, yang berpusatkan
kepada sebab-penyebab kejadian mengenai manusia, dan selanjutnya bahwa dengan
berlakunya waktu, peradaban manusia dalam keseluruhan secara otomatis mengalami
perbaikan.
Tiga teori
sejarah yang dikemukakan diatas sesuai dengan aliran atau konsep
penglihatansejarahwan yang berpengaruh dalam ilmu sejarah, yaitu :
1
Aliran yang memandang bahwa
keseluruhan kejadian dalam sejarah itu semata-mata sebagai ulangan belaka dari
kejadian-kejadian yang dulu.
2
Aliran yang menafsirkan segalah
kejadian didalam sejarah itu semata-mata sebagai kehendak tuhan, dimana manusia
dalam panggung sejarah itu menjalankan sekadar peranan penebus dosa belaka,
menuju kearah peningkatan nilai-nilai kemanusiaan.
3
Aliran yang melihat dalam seluruh
kejadian-kejadian dalam panggung sejarah kemanusiaan itu adalah sesuatu garis
yang menaik dan meningkat kearah kemajuan dan kesempurnaan dan memandang
sejarah sebagai garis linear, garis lurus menuju ke progres dan profeksi.
8. Teori Sejarah Menurut Murthada Mutachari
Untuk lebih
memahami tentang teori sejarah oleh Murthada Mutadhari mengemukakan enam teori
gerak sejarah, yaitu:
1
Teori rasial, menurut teori ini beranggapan bahwa ras-ras tertentu
merupakan penyebab utama kemajuan sejarah.
2
Teori geografis, teori ini
beranggapan bahwa faktor utama penyebab
terciptanya peradaban dan budaya serta perkembangan industri adalah
lingkungan fisik.
3
Teori peranan jenius dan pahlawan, teori ini beranggapan bahwa seluruh
perubahan dan perkembangan ilmu, politik
dan moral disepanjang sejarah ditimbulkan oleh orang-orang jenius.
4
Teori ekonomi, teori ini
beranggapan bahwa ekonomi merupakan faktor penggerak sejarah.
5
Teori keagamaan, teori ini beranggapan bahwa semua kejadian didunia ini
berasal dari Tuhan.
6
Teori alam, teori ini beranggapan bahwa manusia memiliki sifat tertentu,
yang bertabnggungjawab atas watak evolusioner kehidupan masyarakat.
Gerak sejarah
itu ditandai dengan perubahan-perubahan yang terus berlangsung didalam
kehidupan manusia sebagai makluk sosial.
Karena sejarah
membicarakan perubahan manusia pada masa yang silam, maka gerak sejarah pada
umumnya dianggap sebagai penyebabnya adalah manusia sendiri. Tetapi kadang-kadang
pula usaha manusia tidak berhasil atau gagal, maka timbul pendapat bahwa disamping disebabkan manusia, adapula gerak sejarah yang disebabkan oleh
diluar kekuatan manusia. Kekuatan diluar manusia itu seperti Tuhan, dewa,
nasib, dan kadar.
Sumber :Teori
Filsafat Sejarah : Prof. DRS.H.Rustam E. Tamburaka, M.A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar